Menuju Beteleme

Perjalanan menuju Beteleme katanya paling asik saat melintasi Danau Matano, danau terdalam di Asia Tenggara. Dari Burau, kabupaten Luwu kami pagi-pagi sekali sehabis sholat subuh langsung berangkat menaiki Inova yang dikendarai sopir paling handal yang pernah kutemui, Pak Arfa. Melintasi jalan lintas Sulawesi kami disuguhkan pemandangan super eksotis.

Kebun sawit terdapat di sepanjang perjalanan awal. Rata-rata penduduk di sini memiliki kebun sawit sendiri, barang satu atau dua hektar. Kabut masih terlihat cukup tebal terutama menyelimuti gunung-gunung  yang aku tak tahu namanya. Mobil melaju dengan lancar karena jalan lintas Sulawesi ini sudah terbangun mulus dan sangat jarang mobil lain yang lewat. Jalan mulus ini katanya disokong oleh PT Inco, perusahaan tambang nikel yang berada di kota Sorowako, tepat berada di tepi danau Matano.

Kami kemudian melewati kota Malili, kota yang menurutku sangat indah karena dikelilingi oleh pegunungan yang tidak biasa. Embun pagi yang masih menyelimuti kota juga membuat kota ini makin eksotis. Inginku singgah sebentar disini namun tugas kami di Beteleme juga harus dikebut maka jadilah mobil makin dilaju.

Kami sempat melewati jalan baru,ya benar-benar jalan yang baru dibuat dengan menghancurkan tebing di sampingnya. Jalan yang lama ternyata putus oleh aliran sungai yang makin membesar. Tapi disinilah letak keunikannya karena jalan yang lama terlihat masuk ke dalam air seolah-olah ada sebuah jalan rahasia menuju dunia lain. Warna dari sungai itu sendiri juga sangat indah, berwarna hijau layaknya sebuah danau Kawah Ijen yang mengandung belerang.

Jalan Tenggelam
Jalan Tenggelam

Sekitar dua jam perjalanan telah dilalui dan kami memasuki kota Soroako. Di sini kami disambut oleh sebuah pabrik yang sangat besarmilik PT Inco, sebuah perusahaan tambang nikel. Aku melihat sebuah tragedi alam yang sangat memilukan di sana. Hutan-hutan ditebang dan tanahnya digali hingga berbentuk cerukan raksasa. Entah apakah tanah tersebut akan ditanam kembali oleh perusahaan tersebut aku hanya bisa berharap.

Mobil terus melaju dan kemudian berbelok ke kanan, melintasi pemukiman penduduk dan tiba-tiba berhenti. Sempat aku bingung apakah kami sudah mencapai danau Matano karena ramainya pemukiman di sekitar dan aku tidak dapat melihat jauh ke depan karena kabut sangat tebal dan gerimus mulai turun. Ternyata memang benar kami sudah berada di tepian danau dan Pak Arfa mengajak untuk turun dan naik ke perahu, Ketinting namanya. Terdapat sebuah dermaga kecil dan beberapa perahu lainnya di sana. Perahu tersebut adalah transportasi utama masyarakat yang menghubungkan Nuha dengan Soroako. Perahu tersebut hanya cukup untuk satu buah mobil kecil dan beberapa sepeda motor. Kami langsung naik perahu dan mencari tempat berlindung dari terpaan gerimis. Tidak menyia-nyiakan waktu kami langsung berfoto di sini dengan latar belakang danau berkabut. Aku tidak kecewa dengan kondisi alam yang berkabut ini, malah menurutku itu menambah keunikan danau ini.

Perahu mulai berjalan. Mesin solar mulai dinyalakan dan menimbulkan suara yang berisik. Sementara teman-teman yang lain masih sibuk berfoto aku mencoba mencari tempat duduk agar dapat lebih maksimal menikmati keindahan danau berkabut Matano dari perahu yang sedang berjalan. Kabut tebal, terpaan angin yang dingin disertai percikan air makin menambah mistis suasana. Aku sempat membatin, inilah Indonesia, secuil bagian dari surga.

Kota Soroako dari danau
Kota Soroako dari danau

Hampir 45 menit kami menyeberang hingga terlihat sebuah perkampungan kecil di ujung sana. Akhirnya penyebrangan ini akan segera berakhir. Hujan gerimis dan embun yang sedari tadi mengiringi perjalanan perlahan-lahan mulai menghilang. Kondisi di seberang sangat jauh berbeda dari kota Soroako. Perjalanan yang sebelumnya melewati aspal yang mulus sekarang berganti menjadi jalan tanah yang becek.

Ini masih di daerah Sulawesi Selatan dan masih masuk bagian kabupaten Luwu Timur namun sangat terasa perbedaan pembangunannya. Inova kami mulai melaju di jalanan tanah penuh lumpur dan disertai goyangan-goyangan yang bagi tidak terbiasa akan membuat muntah. Udara pagi sepertinya masih segar maka kami memutuskan untuk mebuka jendela mobil dan membiarkan angin segar tanpa polusi memasuki ruangan mobil.

Di kanan kiri jalan awalnya tersaji pemandangan berupa ladang warga yang ditanami merica dan di beberapa tempat sepertinya lahan mulai dibuka dengan cara pembakaran. Inilah fakta yang harus aku lihat. Beberapa lahan mulai ditanami dengan pohon sawit yang ditanam oleh sebuah perusahaan minyak.

Jalan di Seberang
Jalan di Seberang

Pemandangan awalnya biasa saja sampai akhirnya mobil mulai mendaki tanjakan dan sesampainya di puncak terlihat bentang alam yang sangat indah. Gunung-gunung berdiri berjejer ditemani awan-awan putih, hutan-hutan yang hijau membentuk tekstur unik yang indah dipandang serta luasnya padang rumput hijau layaknya permadani. Meskipun aku sudah pernah melihat pemandangan seperti itu sebelumnya di pulau Jawa tapi yang satu ini sungguh berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan yang lain.

Menuju Beteleme
Menuju Beteleme

Memasuki batas Provinsi Sulawesi Tengah jalan mulai membaik dan teraspal mulus. Di sini terdapat penduduk yang diluar dugaan adalah orang-orang Hindu Bali. Rumah-rumah merek berbentuk rumah tradisional Bali dan terdapat pura di depannya. Mereka adalah para transmigran yang ditempatkan ditempat ini namun masih tetap mempertahankan tradisi asal mereka.

Vegetasi mulai berubah menjadi kebun-kebun karet yang tumbuh berjajar rapi seperti orang berbaris. Sinar mentari pagi terlihat menembus celah-celah pohon karet. Mobil terus melaju dan sampailah kami di tempat bertugas. Pekerjaan harus dikebut karena diburu oleh jadwal. Kami hanya sebentar beristirahat setelah menempuh kurang lebih lima jam perjalanan. Pekerjaan di depan laptop dan di lapangan kami kerjakan hingga malam hari.

Malam menjelang dan sunyi sangat terasa di sini. Tentu saja di tengah kebun karet seperti ini sulit ditemukan keramaian. Hiburan yang ada hanya sedikit, contohnya televisi dengan parabola atau berkumpul dengan orang-orang. Malam itu rencananya kami akan dibawa ke kota Beteleme. Makan Kaledo katanya. Menuju kota Beteleme kami harus melewati hutan karet yang sangat gelap dan kuburan Tibo Cs, terpidana mati kerusuhan Poso. Namun sayang karena kondisi yang gelap jadi tidak begitu terlihat.

Sekilas tentang Beteleme adalah nama daerah di kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Kata orang-orang nama Beteleme berasal dari kata Betlehem karena memang banyak warga penganut Kristiani di sini. Beruntung kami datang saat suasana Natal jadi dapat melihat kemeriahan warga di sana dalam menyambut hari raya tersebut. Lampu-lampu natal berwarna warni banyak diletakkan di pinggir jalan dan rumah-rumah warga. Miniatur pohon natal juga sering terlihat, serta hiasan natal yang dipasang di pintu rumah juga ada.

Kami menuju sebuah restoran yang menawarkan menu Kaledo. Kaledo itu singkatan dari kaki lembu Donggala, sejenis sup yang menyajikan kaki lembu atau sapi dari Donggala. Namun karena pesediaan kaki lembu ini sudah habis maka kami hanya disajikan dagingnya saja. Tidak apalah, yang penting pernah merasakannya. Setelah selesai makan akhirnya kami kembali ke mess dan menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.

Esok paginya setelah sholat subuh kami harus meninggalkan Beteleme. Ada tugas lain yang menanti. Meskipun tidak sampai 24 jam di Beteleme aku merasa bahwa orang-orang di sana adalah satu keluarga karena memang kita semua adalah satu Indonesia. Setelah sedikit sarapan dan berpamitan dengan orang-orang di sana kami akhirnya meluncur meninggalkan Beteleme. Melewati kebun karet lagi, melewati perkampungan Bali lagi, dan pastinya melewati Danau Matano lagi.

Kondisi cuaca saat itu sedang cerah sehingga pemandangan Danau Matano terlihat sangat jelas. Sembari menunggu perahu datang aku mencoba berkeliling di sekitar danau dan aku mendapat anak-anak kecil sedang berenang di sana. Laki-laki dan perempuan campur jadi satu, tapi namanya anak-anak ya kelihatannya jadi lucu. Mereka diawasi oleh ibu-ibu mereka yang sedang mencuci baju. Sesekali terdengar teriakan salah seorang ibu mereka memperingatkan agar jangan berenang terlalu jauh. Sesekali mereka melakukan lompatan dari dermaga yang kebetulan sedang tidak ada kapalnya. Sungguh menyenangkan melihat mereka.

Bocah-bocah di Danau Matano
Bocah-bocah di Danau Matano

Tidak lama kemudian datanglah kapal yang ditunggu. Kami langsung bergegas naik dan melanjutkan perjalanan. Pemandangan Danau Matano dikala cerah sangat menakjubkan. Airnya sangat bening hingga kita bisa meihat dasar danau hingga kedalaman tertentu. Acara foto-foto pastinya tidak dapat dilewatkan.

Pantai Ide
Pantai Ide

Sesampai di Soroako kami diajak untuk pergi ke sebuah pantai, Pantai Ide namanya. Meskipun namanya pantai tapi pantai ini tidak memiliki laut karena memang pantai ini adalah pantai di danau Matano. Terdapat beberapa tempat yang berpasir layaknya di pantai, namun pasirnya sangat kasar. Kami hanya sebentar di sini karena hanya sekedar ingin tahu. Perjalanan kemudian berlanjut  kembali menuju tempat kami bertugas nantinya.

Tinggalkan komentar